Latest News

Wednesday, 14 February 2018

Mata Ganti Mata






















Ayat bacaan: Amsal 10:12
======================
"Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran."


"Kalau orang baik, saya akan 100x lebih baik kepadanya.. tapi kalau orang berbuat jahat dan menyakiti saya, saya akan 1000x lipat membalasnya." demikian seorang teman suatu kali menyatakan prinsipnya. Prinsip yang sangat ekstrim. Ekstrim, tapi ada banyak orang yang punya pikiran sama seperti ini. Kalau tidak separah itu, minimal orang akan berpikir untuk membalas. Kalau orang jual, saya beli. Seperti itu kira-kira. Kalau disakiti, sakiti balik. Kalau dirugikan, rugikan lagi. Kalau dkecewakan, balas kecewakan. Ada banyak orang yang menggantungkan niat berbuat baik atau jahat tergantung dari bagaimana reaksi atau sikap yang mereka dapat dari orang lain. Apakah seperti itu yang harus kita lakukan? Bagaimana cara kita menghadapi orang-orang yang berlaku bodoh? Apakah perbuatan baik memang harus berupa balas membalas?

Pada hukum Taurat ada sebuah hukum yang berlaku seperti itu, yaitu mata ganti mata. Kita bisa menjumpai perihal mata ganti mata ini dalam beberapa bagian kitab Perjanjian Lama, diantaranya dalam Imamat 24:19-20, Ulangan 19:21 dan Keluaran 21:24. Hukum ini diberlakukan dengan tujuan untuk mencegah semangat balas dendam yang berlebihan yang sering terjadi saat itu. Hukum yang sudah berusia sangat tua ini ternyata masih dianggap relevan oleh banyak orang sampai saat ini. Prinsip balas dendam ini berlaku bukan saja untuk perorangan, tapi seringkali sudah menyangkut lintas suku, kepercayaan, lingkungan warga bahkan bangsa dan negara. Lihatlah bahwa peperangan kerap kali terjadi disebabkan oleh prinsip mata ganti mata alias balas membalas. Sayangnya ini bukan saja dilakukan oleh orang-orang dunia, tetapi orang percaya masih banyak yang menganut prinsip balas dendam ini. Ketika kita disakiti, kita pun tidak akan tinggal diam untuk membalas, malah kalau bisa lebih sakit lagi.

Ketika kita merasa dikecam, dipersulit, dipermalukan atau dihujat orang, kita menganggap wajar atau manusiawi kalau membalas kembali. Jika tidak, artinya kita menyerah kalah dan akan semakin dipijak-pijak. Kita meletakkan harga diri disana. Padahal jika dipikir lagi, apa yang bisa kita dapatkan dari balas dendam seperti itu? Kepuasan? Biasanya tidak, karena masalah puas dan tidak itu sangat subjektif dan begitu semu. Kecenderungan kita adalah membalas, bahkan kalau bisa lebih parah dari apa yang diperbuat orang. We like to fight fire with fire. Itulah yang adil menurut pandangan banyak orang. Padahal yang sering terjadi, kita hanya akan menambah masalah, menambah bahan bakar pada api yang sudah menyala. Api akan semakin besar, dan pada akhirnya kita tidak lagi bisa meredamnya. Kehancuran suatu generasi atau bangsa pun bisa menjadi akibat dari pola pikir balas dendam seperti ini. Sejarah sudah membuktikan itu.

Bagaimana pandangan firman Tuhan akan hal ini? Firman Tuhan hadir lewat Petrus. "Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh." (1 Petrus 2:15). Tuhan ternyata mengingatkan kita untuk melawan kecaman, serangan dari orang lain bukan dengan membalas, melainkan lewat perbuatan baik. When the fire starts, we have to stop it. Bukan malah dengan menambah bara api untuk semakin menjadi-jadi tapi memadamkannya. Dengan cara apa? Dengan tetap berbuat baik bahkan terus mendoakan mereka dan memohon pengampunan bagi mereka. Seperti itulah yang seharusnya dilakukan orang percaya, dan dengan cara demikian kita akan mampu membungkam kepicikan mereka yang telah menyakiti kita. Firman Tuhan bahkan berkata: "Kebencian menimbulkan pertengkaran, tetapi kasih menutupi segala pelanggaran." (Amsal 10:12). Kalau kebencian tidak membawa kebaikan apa-apa selain malah menambah masalah, sedang kasih justru mampu menutupi segala pelanggaran yang mungkin muncul, mana yang sebaiknya kita pilih? Mengapa kita masih berpikir bahwa adalah wajar untuk membalas sakit hati dan mengira bahwa mengampuni dan mendoakan merupakan pilihan yang tidak tepat?

Yesus datang membawa pesan akan sebuah paradigma baru yang pasti terdengar kontroversial pada masa itu, terutama bagi mereka yang mendalami hukum Taurat. Yesus memulainya dengan menyitir hukum Taurat mengenai mata ganti mata di atas. "Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu." (Matius 5:38-39). Kontroversial, bahkan sepertinya mustahil dilakukan ketika kita tengah dirugikan atau disakiti orang lain. Kemudian Yesus melanjutkan : "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu." (ay 43-44). Sulit? Mungkin saja. Tetapi kita harus mampu mencapai tingkatan seperti itu, "karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga.." (ay 45).

Salah satu tugas Yesus turun ke dunia ini adalah untuk menggenapi hukum Taurat. "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya." (Matius 5:17). Sebagai pengikutNya, kita diharuskan untuk menjalankan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Berhadapan dengan orang sulit? Orang yang menghujat, mengecam, menjelek-jelekkan kita, bahkan menyakiti kita? Hadapi bukan lagi dengan membalas, mendebat mreka kembali, bukan dengan membela diri kita dengan segala cara, melainkan dengan terus melakukan perbuatan baik dan mendoakan mereka. Lawan kebencian dengan kasih yang telah dianugerahkan Tuhan secara langsung dalam diri kita. Itulah yang menjadi kehendak Allah.

Tuhan Yesus sendiri telah memberi teladan secara langsung dalam masa-masa kedatanganNya turun ke bumi. Dalam perjalananNya di muka bumi ini bukan hanya sekali dua kali Yesus menghadapi kecaman oleh kalangan rohaniwan di masa itu, tapi Dia tidak pernah membalas dengan perlawanan kembali. Sebagai gantinya, Kisah Para Rasul 10:38 memberikan kesaksian indah mengenai apa yang diperbuat Yesus menghadapi itu semua. "..tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia." Secara konsisten Yesus terus fokus untuk menjalankan tugas yang digariskan Bapa. Bahkan ketika menghadapi siksaan mengerikan yang sangat sadis hingga wafatNya di atas kayu salib sekalipun. Bukankah Yesus masih memohonkan pengampunan kepada orang-orang yang telah begitu kejam menyiksaNya? "Yesus berkata: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34).

Don't fight fire with fire, don't fight hatred with more hatred, but fight it with love. Jangan lawan kobaran api dengan menambah bahan bakar, tetapi padamkanlah dengan kasih. Tuhan tidak menginginkan kebencian apalagi sampai pembalasan dendam untuk menjadi prinsip hidup kita. Tuhan menginginkan kita untuk bisa hidup damai dengan semua orang, termasuk dengan orang-orang yang sulit dan kerap menyakiti kita sekalipun. "Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (Roma 12:18). Jangan tergoda untuk membalas perbuatan jahat orang lain terhadap diri kita, tetapi ikutilah petunjuk kebenaran ketetapan Tuhan. Bungkamlah kecaman picik dengan terus berbuat baik dan teruslah hidup dengan berpegang pada ketetapan Tuhan meski mungkin aneh di mata manusia. Jika kita melakukan itu, maka pada suatu saat, ketika semua kecaman itu memudar, kita akan mendapatkan diri kita tetap berdiri teguh tanpa harus kehilangan segala yang terbaik yang telah Dia sediakan sejak semula pada kita.

"Tetapi yang terutama: kasihilah sungguh-sungguh seorang akan yang lain, sebab kasih menutupi banyak sekali dosa." (1 Petrus 4:8)

Tags

Recent Post