KEMANA KAKI MENGINJAK DI SITU NAMA TUHAN DISANJUNG TINGGI
(Baca: Kejadian 12:1-9)
Apakah Anda seorang Nasrani? Bila ya, maka bukan lagi suatu pertanyaan bila kita dipanggil untuk mentaati kehendak Tuhan. Namun dalam kenyataannya sering kali banyak orang percaya gagal mentaati kehendak Tuhan. Belajar dari sikap hidup Abraham, setidaknya ada dua hal yang dapat kita pelajari bagaimana Abraham bisa mentaati panggilan Tuhan.
Pertama, Abraham sanggup mentaati panggilan Tuhan karena sepenuh hati dan bukan setengah-setengah (Kejadian 12:4-6). Ketika Abraham mendengar panggilan Tuhan untuk pergi dari Haran, sebenarnya Abraham tidak tahu persis ke mana tujuannya (Ibrani 11:8). Abraham hanya mengetahui bahwa Tuhan akan membawa ke Tanah Perjanjian, suatu tempat dan keadaan yang menjadi berkat bagi banyak orang. Abraham pergi berdasarkan janji Tuhan yang diimani dengan sungguh dan sepenuh hati.
Bila dikaji lebih dalam, tampaklah bahwa Abraham pergi bersama seluruh keluarga dan hartanya bahkan di usia 75 tahun. Biasa kalau orang merantau adalah pada usia muda atau belum menikah. Sebagian orang merantau bersama keluarga karena pekerjaan yang pasti menjanjikan, misalnya di perusahaan besar. Jarang sekali terjadi orang merantau, apalagi seisi keluarga pada usia di atas 50 tahun apalagi menuju tempat yang sebenarnya tidak jelas.
Mungkin ada orang berpikir, 'kenapa tidak Abraham saja yang pergi dulu? ' kan ini adalah usulan yang bagus. Biarlah Abraham yang pergi dahulu merantau dan melihat janji Tuhan. Jadi seandainya bila ada susah, kesulitan atau masalah berat, maka yang kena adalah Abraham saja. Seluruh isi keluarga dan khususnya istri tercinta tidak dirugikan. 'kan kasihan kalau keluarga menderita' adalah pembenaran pernyataan di atas bagi orang yang setuju dengan pemikiran ini.
Alkitab mencatat bahwa Abraham pergi membawa semuanya, tidak setengah-setengah. Abraham pergi tidak coba-coba, tetapi sepenuhnya. Dibutuhkan keberanian untuk menggenapi kehendak Tuhan tanpa cadangan. Dibutuhkan pengorbanan dan iman yang kuat untuk menjalani panggilan Tuhan. Menjalani kehendak Tuhan tidak dapat setengah hati, sebab itu akan merusakkan apa yang seharusnya dapat dicapai seturut rencana Allah.
Kedua, Abraham sanggup mentaati kehendak Tuhan dengan menegakkan mezbah keluarga dimanapun dia berada (Kejadian 12:7-9). Abraham bukan manusia sempurna, tentu ada banyak kelemahan seperti Anda dan saya. Justru di dalam kelemahan, dia mengambil sebuah cara untuk selalu mengingatkan apa yang pernah Tuhan Firmankan dengan mendirikan altar untuk menyembah Allah.
Hari ini banyak keluarga Kristen memiliki mezbah keluarga. Hal ini sangat baik karena akan mengingatkan seisi rumah tangga bahwa Kristus yang menjadi nahkoda atas bahtera kehidupan mereka. Dengan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan, kita diingatkan akan keberadaan dan panggilan Tuhan. Altar Allah adalah suatu peringatan, pengingatan dan sekaligus penguatan bagi diri orang percaya.
Abraham mendirikan mezbah Allah sewaktu di dekat Sikhem maupun pada saat pindah ke dekat Bethel. Mezbah waktu itu sangat sederhana, terbuat dari batu di susun sedemikian rupa untuk menjadi peringatan apa yang Tuhan sudah dan tengah kerjakan dalam hidup Abraham. Mezbah ini sangat bermakna dalam kehidupan Abraham menjalani panggilan Tuhan. Seolah-olah Abraham berkata, 'ke mana kaki menginjak, di situ nama Tuhan disanjung tinggi!'
Hari ini apakah Anda dan saya mau mentaati panggilan Tuhan? Bila ya, mari kita mengerjakan ketaatan itu dengan sepenuh hati bukan setengah setengah apalagi asal-asalan. Bila ya, mari kita mengerjakan ketaatan itu dengan mendirikan mezbah Allah agar kita selalu ingat apa yang telah dikerjakan Tuhan dan apa yang menjadi kehendakNya. Selamat bergumul. Amin.
Source : jeffrysudirgo.blogspot.jp